Linknya eightbal

Friday, December 2, 2011

MAKALAH PERKEMBANGAN HEWAN “EMBRIOLOGI BUAYA”


MAKALAH
PERKEMBANGAN HEWAN
“EMBRIOLOGI  BUAYA”


                                                                              

OLEH:
1.      AHMAD FUAD ALI IKBAL ( NIM. G1A006001)
2.      AHMAD RUHARDI ( NIM. G1A006002)
3.      AHMAD SYARIF ( NIM. G1A006003)
4.      KHAIRIL PAHMI ( NIM. G1A006024)



PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2008


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan berkah dan hidayahnya, penulis bisa menyelesaikan makalah  ini. Semua kekuatan, daya, dan upaya adalah datangnya dari Allah SWt. Tanpa ragu penulis mengakui kekurangan-kekurangan yang ada. Kebenaran adalah datangnya dari Allah SWT sedangkan kesalahan dan kekhilafan datangnya dari penulis sendiri. Namun demikian, penulis mempunyai harapan semoga karya tulis ini yang berjudul " Embriologi  BUAYA. "  ini dapat bermanfaat untuk masyarakat   Indonesia.
Sudah sepantasnya penulis memberikan penghargaan serta terima kasih kepada :
1.      Bapak Bambang Fajar Suryadi, M.Si. yang telah membimbing penulis sehingga makalah  ini dapat terselesaikan.
2.      Teman-teman  Program Studi Biologi yang telah memberikan informasi kepada penulis tentang Buaya  .                                                      





                                                                                             Mataram,  Maret 2008
                                                                                                                                      
                                             Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
Buaya adalah hewan reptilia yang hidup di dalam air. Ibu buaya adalah lebih ganas daripada buaya yang lain. Induk buaya betina rata-rata menyimpan telur-telurnya dengan dibenamkan pada tanah atau di bawah seresah daun. Dan, induk tersebut menunggu dari jarak sekitar 2 meter dari dalam air. Di musim bertelur buaya amat buas menjaga telurnya. Di Malaysia dan Indonesia ada 3 jenis buaya yang terkenal:
  1. Buaya muara
  2. Buaya air tawar Irian
  3. Buaya sepit

                                              ( Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas, 2008).

Sedangkan di seluruh dunia terdapat 23 jenis buaya (termasuk seluruh famili Crocodilian, Alligator, Gharial, serta Caiman). Dari semua jenis tersebut, Buaya Muara Crocodilus Porosus adalah yang terbesar, dan penyebaran buaya muara adalah di perairan Indonesia dan Australia, serta negara negara lain sekitar Indonesia (Menurut pakar biologi Adam Britton, penyebaran Buaya Muara terdapat mulai dari perairan laut India dan Sri lanka di Lautan Hindia hingga Fiji di Lautan Pasifik)  ( Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas, 2008 ).

Ciri-ciri reproduksi Buaya  adalah sebagai berikut.
  • Buaya berkembang biak  dengan  bertelur.
  • Telur dijaga oleh induk betina secara teratur.
  • Jenis kelamin ditentukan oleh  suhu sejuk dan panas
  • Semasa mengeram ibunya ganas

                                             ( Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas, 2008).

 

 

 

 

BAB II

ISI
2.1 Sistem Reproduksi Buaya
2.1.1 Sistem Genitalia Jantan
                  Sistem  reproduksi  hewan  jantan  pada buaya  menurut  Iqbal   ( 2007 )  adalah sebagai berikut.
a. Testis berbentuk oval, relatif kecil, berwarna keputih-putihan, berjumlah sepasang,      dan terletak di dorsal rongga abdomen.
b. Saluran reproduksi, duktus mesonefrus berfungsi sebagai saluran reproduksi, dan saluran ini akan menuju kloaka. Sebagian duktus wolf dekat testis bergelung membentuk epididimis. Tubulus mesonefrus membentuk duktus aferen yang menghubungkan tubulus seminiferus testis dengan epididimis. Duktus wolf bagian posterior menjadi duktus deferen. Pada kebanyakan reptil, duktus deferen bersatu dengan ureter dan memasuki kloaka melalui satu lubang, yaitu sinus urogenital yang pendek.                                                                                 (Iqbal, 2007).
t014394a





Sumber: Microsoft ® Encarta ® Encyclopedia 2004. © 1993-2003 Microsoft Corporation. All rights   reserved.
Gambar 1: Struktur Tubuh Buaya Jantan

t014394a







Sumber: Microsoft ® Encarta ® Encyclopedia 2004. © 1993-2003 Microsoft Corporation. All rights reserved.
Gambar 2: Sistem Urogenitalia Pada Buaya.
Pada gambar di atas  dapat terlihat jelas  sistem reproduksi buaya, yakni berupa testis dan kloaka. Di testis merupakan tempat dibentuknya sperma. Tepatnya di bagian tubulus seminiferus.
Pendapat Iqbal ( 2007 ) di dukung oleh pendapat Ombakkuta ( 2007 ) yang menyatakan bahwa pada buaya, organ genitalia masculine terdiri atas testis yang berbentuk oval, relatif kecil, berwarna keputih-putihan, berjumlah sepasang, terletak di dorsal rongga abdomen yang di gantung oleh mesorchium. Testis akan membesar saat musim kawin.  Buaya memiliki alat kopulasi yang disebut penis.
            Menurut Kimball, bahwa sel-sel sperma pada buaya sebenarnya hanya merupakan inti yang berflagelum. Sperma dihasilkan dalam testis oleh sel-sel khusus yang disebut spermatogonia. Spermatogonia yang bersifat diploid ini dapat membelah diri secara mitosis membentuk spermatosit primer. Selanjutnya membelah secara meiosis I membentuk spermatosit sekunder. Pembelahan secara  meiosis II dari spermatosit sekunder menghasilkan empat sel haploid, yakni yang sering dikenal dengan nama spermatid. Spermatid ini dalam proses tersebut, kemudian kehilangan banyak sitoplasma dan berkembang menjadi sel sperma.
            Lebih lanjut Kimball menjelaskan, sebuah sel sperma terdiri atas kepala yang mengandung kromosom dalam suatu keadaan kompak dan inaktif, dua sentriol dan ekor. Salah satu dari sentriol, merupakan badan basal dari flagelum, yang merentang sepanjang ekor. Mitokondrion mengelilingi bagian atas flagelum dan menyediakan energi untuk gerakan pukulan cambuk.
            Sperma dari buaya jantan akan keluar dari tubuh jantan melalui beberapa bagian, yakni dengan urutan sebagai berikut.
Tubulus seminiferus            Duktus aferen              Epididimis               Duktus deferen             ureter                 Kloaka.

2..1.1  Sistem Genitalia Betina
                  Sistem reproduksi hewan betina  pada buaya adalah sebagai berikut.
a. Ovarium berjumlah sepasang, berbentuk oval dengan bagian permukaannya benjol-benjol. Letaknya tepat di bagian ventral kolumna vertebralis.
b. Saluran reproduksi, oviduk panjang dan bergelung. Bagian anterior terbuka ke rongga selom sebagai ostium, sedang bagian posterior bermuara di kloaka. Dinding bersifat glanduler, bagian anterior menghasilkan albumin yang berfungsi untuk membungkus sel telur. Bagian posterior sebagai shell gland akan menghasilkan cangkang kapur                                                                                                                                         (Iqbal, 2007).


2.2  Fertilisasi Buaya
Pada musim kawin dan bertelur buaya dapat menjadi sangat agresif dan mudah menyerang manusia atau hewan lain yang mendekat. Di musim bertelur buaya amat buas menjaga sarang dan telur-telurnya. Induk buaya betina umumnya menyimpan telur-telurnya dengan dibenamkan di bawah gundukan tanah atau pasir bercampur dengan serasah dedaunan. Induk tersebut kemudian menungguinya dari jarak sekitar 2 meter  ( Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia, 2008 ).
Perkawinannya dilakukan dengan cara yang jantan menaiki yang betina di air sambil membelitkan ekornya di bawah ekor betinanya  untuk bersetubuh. Kira-kira sebulan setelah pembuahan, yang betina membuat sarang dekat suatu sungai kecil. Sarang itu dibentuknya dengan membelakanginya sambil mengaiskan kakinya untuk mengonggokkan ranting dan dedaunan yang membusuk, hingga menjadi suatu gundukan yang berlapis-lapis. Telurnya ditempatkan hanya beberapa inci di dalam gundukan itu.  Yang betina selalu memperbaiki kerusakan sarangnya, sambil menjaga agar sarang beserta semua telurnnya itu tetap lembab dengan selalu merangkak dari air menuju puncak gundukan. Panas dari tumbuh-tumbuhan yang membusuk pada sarang itu dapat membuat telur berada dalam suhu tetap 320C ( Redaksi Ensiklopedia Indonesia, 1989 ).
Sedangkan Eddin  et al ( 2002) menambahkan bahwa setelah berkawin, buaya betina membuat sarang dari lumpur dan sisa-sisa tumbuhan dekat tepi perairan. Di sini ia bertelur dan tetap berjaga didekatnya menetas. Bila telah cukup waktu bayi-bayi keluar dari telurnya dan induknya menolongnya keluar. Sang induk mengumpulkan bayi-bayinya di mulutnya yang besar dan membawanya ke dalam air. Di sini ia terus menjaga bayi-bayinya, karena mereka memiliki banyak musuh, termasuk ayahnya sendiri.




2.3. Embrio Buaya.
Embrio buaya tidak memiliki kromosom seksual, yakni kromosom yang menentukan jenis kelamin anak yang akan ditetaskan. Jadi tidak seperti  manusia, jenis kelamin buaya tidak ditentukan secara genetik. Tetapi , jenis kelamin ini ditentukan oleh suhu pengeraman atau suhu sarang tempat telur ditetaskan. Pada buaya muara, suhu sekitar 31,6°C akan menghasilkan hewan jantan, sedikit lebih rendah atau lebih tinggi dari angka itu akan menghasilkan buaya betina. Masa pengeraman telur adalah sekitar 80 hari, tergantung pada suhu rata-rata sarang ( Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia, 2008 ).

t013908a
Sumber: Microsoft ® Encarta ® Encyclopedia 2004. © 1993-2003 Microsoft Corporation. All rights reserved.
Gambar 2: Embrio  buaya.
            Pada gambar di atas dapat terlihat dengan jelas adanya albumin yang dihasilkan oleh bagian anterior dari dari telur dan juga terdapat adanya egg Shell ( cangkang telur ) yang berperan sebagai pelindung bagian-bagian telur di sebelah dalam. Seperti yang telah dijelaskan oleh Iqbal ( 2007 ),  bahwa cangkang telur merupakan bagian dari telur buaya yang berasal Shell gland, sedangkan  Shell gland  berasal dari bagian posterior telur.  Sedangkan embrio berada di tengah yang sudah dilengkapi dengan allantois.
2.4  Perkembangan Menuju Dewasa
            Biasanya buaya betina menetaskan telur sampai 90 buah dan menguburnya. Pada beberapa spesies, buaya betina juga terkadang tetap dengan telurnya, dan akan membantu di dalam proses penetasan telur tersebut di dalam air (© 1993-2003 Microsoft Corporation. All rights reserved).
Berbeda dengan pendapat Tim Redaksi Ensiklopedi  Indonesia (1989). Mereka berpendapat bahwa, jenis kelamin buaya sulit sekali  dibedakan secara lahiriah, kecuali  Aligator mississipi dan Gavial india. Setelah perkawinan yang berlansung di air, yang betina menghasilkan lebih dari 100 butir telur bercangkang kapur dalam sarang, yang konstruksinya berbeda-beda menurut spesiesnya.
Sumber: Redaksi Ensiklopedia Indonesia, 1989.
Gambar 3: Aligator Mississipi ( Aligator misssissipi ) dewasa.
Setelah 8-12 minggu, menetaslah anaknya dengan panjang antara 20-30 cm, tergantung pada spesiesnya. Sesaat sebelum menetas, beberapa ekor buaya mengeluarkan suara seperti bunyi itik, selagi masih berada dalam cangkang telur. Hal ini merupakan pekik untuk memanggil induknya yang mengawal di dekatnya, dan yang membantunya merangkak ke luar dari sarang menuju ke air. Selama minggu-minggu pertama, bunyi muda itu tetap bersembunyi dalam iar, dan konon bahkan memanjat semak-belukar agar tidak dilahap oleh buaya yang lebih tua (Redaksi Ensiklopedia Indonesia, 1989 ).
Sumber: Redaksi Ensiklopedia Indonesia, 1989.
Gambar 3: Telur  buaya sedang menetas.
Sumber: Redaksi Ensiklopedia Indonesia, 1989.
Gambar 4: Telur-telur buaya Nil ( Crocodilus niloticus )  sedang menetas.
Sumber: Eddin et al, 2002
Gambar 5: Bayi buaya menggunakan taji dari tulang yang keras untuk membuat jalan keluar dari dalam  telur. Pada mulanya buaya tumbuh dengan cepat semakin tua  buaya tumbuh semakin lambat, tetapi mereka tidak pernah berhenti tumbuh.
t025224a
Sumber: Microsoft ® Encarta ® Encyclopedia 2004. © 1993-2003 Microsoft Corporation. All rights reserved.
Gambar 6: Anak Buaya.
Apabila sudah menetas, maka tahap selanjutnya yakni buaya tersebut akan lebih berkembang lagi menuju buaya yang lebih dewasa. Gambar di atas menunjukkan buaya yang sudah menetas dari telurnya yang selanjutnya akan lebih berkembang lagi menjadi buaya dewasa seperti yang terlihat pada Gambar 4.
Pada umur  8-10 tahun seekor buaya mulai matang secara seksual. tergantung pada spesiesnya. Hewan ini bisa mencapai panjang maksimum antara 1.8-10 cm, dan diyakini bisa mencapai umur 100 tahun ( Redaksi Ensiklopedia Indonesia, 1989 ).

Sumber: Redaksi Ensiklopedia Indonesia, 1989
Gambar 7: Anggota Crocodolus  ( bangsa buaya ) dari jenis aligator yang sudah tumbuh dewasa.
Sedangkan dalam kalimat yang lain Redaksi Ensiklopedia Indonesia  (1989 ) menambahkan bahwa,  Usia kaiman bisa mendekati 40 tahun.  Sebagian besar kaiman mencapai kematangan seksual ketika sudah mencapai panjang 1.5 -1.8 m. Dari telurnya yang menetas, yang berjumlah rata-rata dua lusin, tidak aneh jika seekor kaiman saja yang dapat mencapai ukuran dewasa.
Sumber: Redaksi Ensiklopedia Indonesia, 1989
Gambar 8: Kepala kaiman hitam  ( Melano suchus niger ). Tampak jelas pupil dan liang telingannya.
Lebih lanjut Redaksi Ensiklopedia Indonesia ( 1989 ) menambahkan bahwa, anak kaiman yang merupakan spesies buaya daerah tropis yang masih berkerabat dengan aligator dan termasuk ordo Crocodillia akan tumbuh dengan cepat dan banyak sekali makan udang karang, ikan, serangga, siput, ular, dan rodensia kecil. Dalam 3 tahun anak kaiman yang menetas dengan panjang 20 cm itu dapat mencapai panjang 90 cm. Kecepatan pertumbuhan yang sama bisa terjadi juga di kurungan asalkan kaiman ini dipelihara  pada suhu 290C. 
 t304661a 
Sumber: Redaksi Ensiklopedia Indonesia, 1989
Gambar 9: Buaya yang sudah dewasa.
Ukuran tubuh buaya sangat bervariasi dari jenis ke jenis, mulai dari buaya kerdil hingga buaya muara raksasa. Spesies bertubuh besar dapat tumbuh lebih panjang dari 5 m dan memiliki berat melebihi 1.200 kg. Walaupun demikian, bayi-bayi buaya hanya berukuran sekitar 20 cm tatkala menetas dari telur. Spesies buaya terbesar adalah buaya muara, yang hidup di wilayah Asia Tenggara hingga ke Australia utara (Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia).
Ukuran terbesar buaya muara hingga kini masih diperdebatkan. Buaya terbesar yang pernah tercatat adalah seekor buaya muara raksasa sepanjang 8,6 m, yang tertembak oleh seorang guru sekolah di Australia,  Sedangkan buaya terbesar yang masih hidup adalah seekor buaya muara sepanjang 7,1 m di Suaka Margasatwa Bhitarkanika, Orissa, India. Pada bulan Juni 2006, rekornya dicatat pada The Guinness Book of World Records (Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia ).
Dua catatan lain yang terpercaya mengenai ukuran buaya terbesar adalah rekor dua ekor buaya sepanjang 6,2 m. Buaya yang pertama ditembak di Sungai Mary, Northern Territory, Australia pada 1974 oleh seorang pemburu gelap, yang kemudian diukur oleh seorang petugas kehutanan. Sedangkan buaya yang kedua dibunuh di Sungai Fly, Papua Nugini. Ukuran buaya kedua ini sebetulnya diperoleh dari kulit, yang diukur oleh Jerome Montague, seorang peneliti margasatwa. Dan karena ukuran kulit selalu lebih kecil (menyusut) dari ukuran hewan aslinya, dipercaya bahwa buaya kedua ini sedikitnya berukuran 10 cm lebih panjang ketika hidup (Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia ).
Buaya yang relatif kecil ukurannya, dengan panjang total maksimal sekitar 4 m; akan tetapi yang umum panjang buaya ini hanya sekitar 2–3 m. Terdapat gigir yang memanjang, nampak jelas di antara kedua matanya, keping tabular di kepala menaik dan menonjol di bagian belakangnya. Sisik-sisik besar di belakang kepala (post-occipital scutes) 2–4 buah. Terdapat sejumlah sisik-sisik kecil di belakang dubur, di bawah pangkal ekor. Sisik-sisik besar di punggung (dorsal scutes) tersusun dalam 6 lajur dan 16–17 baris sampai ke belakang. Sisik perut tersusun dalam 29–33 (rata-rata 31) baris. Warna punggung kebanyakan hijau tua kecoklatan, dengan belang ekor yang pada umumnya tidak utuh ( Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas, 2008 ).


























BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
            Simpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Testis buaya berbentuk oval, relatif kecil, berwarna keputih-putihan, berjumlah sepasang,      dan terletak di dorsal rongga abdomen.
2.         Ovarium berjumlah sepasang, berbentuk oval dengan bagian permukaannya benjol-benjol. Letaknya tepat di bagian ventral kolumna vertebralis.
3.         Perkawinannya dilakukan dengan cara yang jantan menaiki yang betina di air sambil membelitkan ekornya di bawah ekor betinanya  untuk bersetubuh.
4.         Spesies buaya menetaskan telurnya bervariasi. Ada yang 90 telur, ada yang 100 telur, bahkan ada yang dua lusin. Hal ini tergantung dari spesies buaya tersebut.
5.         Embrio buaya tidak memiliki kromosom seksual, yakni kromosom yang menentukan jenis kelamin anak yang akan ditetaskan. Jadi tidak seperti  manusia, jenis kelamin buaya tidak ditentukan secara genetik. Tetapi , jenis kelamin ini ditentukan oleh suhu pengeraman atau suhu sarang tempat telur ditetaskan. Pada buaya muara, suhu sekitar 31,6°C akan menghasilkan hewan jantan, sedikit lebih rendah atau lebih tinggi dari angka itu akan menghasilkan buaya betina.
6.         Setelah 8-12 minggu, menetaslah anaknya dengan panjang antara 20-30 cm, tergantung pada spesiesnya.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Crocodile. Microsoft ® Encarta ® Encyclopedia 2004. © 1993-2003 Microsoft Corporation. All rights reserved.
Anonim. 2008. Buaya Muara. Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Anonim. 2008. Buaya.  Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas.
Eddin, Edlina  et al. 2002. Oxpord Ensiklopedi Pelajar Benin-Elemen Jilid 2. Diterjemahkan dari Wary Worral  et al. 1998. Oxpord Ensiclopedi For Students. Jakarta: PT. Ichtiar Mandiri Abadi.
Iqbal, M. 2007. Sistem Reproduksi. www. Google. Com “ BIOLOGI  UM Blog Mahasiswa Bio UM Malang”.
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Pemeliharaan Buaya. Jakarta : Media Jaya.
Ombakkuta. 2007. Anatomi Dan Fungsi Reproduksi Hewan Jantan. www. Google. Com ” Biologi Umum”
Redaksi Ensiklopedia Indonesia. 1989. Ensiklopedia Indonesia Seri Fauna. Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve.
Tjitrosomo, Siti Soetarmi dan Nawangsari Sugiri. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Diterjemahkan dari Kimball, John W. Biology Fifth Edition. Jakarta: Erlangga.



No comments: